Pengertian dan Sejarah
Lembaga Perekonomian Umat
by : Saiful Maulana . Unit 2 Semester IV Muamalah
by : Saiful Maulana . Unit 2 Semester IV Muamalah
1.
Pengertian Lembaga Perekonomian Umat
Untuk
menerjemahkan kata majemuk ‘Lembaga Perekonomian Umat’ secara integral, maka
kita harus memahami kata itu secara parsial terlebih dahulu. Kata pertama
adalah “lembaga”, lembaga dalam bahasa Inggris disebut dengan institution
dan dalam bahasa Indonesia juga disebut dengan pranata/ organisasi. Secara
istilah, dalam konteks bahasan ini dan setelah mengalami perluasan makna, lembaga
diartikan sebagai organisasi sosial yang memiliki tujuan, sasaran, visi dan
misi yang sama untuk mengolah suatu usaha sosial tertentu secara bersama-sama.
Kata
kedua yaitu “perekonomian” yang merupakan derivasi dari kata ekonomi. Ekonomi
adalah kegiatan memproduksi, mendistribusi dan mengkonsumsi barang dan jasa
untuk kepentingan manusia. Ilmu ekonomi membahas juga cara-cara mengembangkan
cara memproduksi, mendistribusi dan mengkonsumsi agar tercapainya kesempurnaan
dalam produksi dan distribusi sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi dengan
efektif.
Kata
ketiga yaitu “umat” yang dapat berarti sebagai satu komunitas manusia, seluruh
manusia, atau juga dapat diartikan sebagai seluruh makhluk ciptaan Allah.
Seiring perkembangan, kata umat sering disandingkan dengan Islam sehingga
terbentuk kata “umat Islam”. Dan pada akhirnya kata “umat” pun selalu
diidentikkan dengan umat Islam.
Dengan
demikian “lembaga perekonomian umat” adalah suatu organisasi sosial yang
didirikan oleh umat Islam yang bergerak di bidang ekonomi dan berdasar pada
syari'ah Islam.
2.
Sejarah Lembaga Perekonomian Umat
Lembaga
perekonomian umat dalam sejarah telah berdiri sejak masa kepemimpinan
Rasulullah SAW. Lembaga tersebut berbentuk baitul mal yang berfungsi
sebagai pengumpul dan pendistribusi harta zakat, infaq dan sedekah. Begitu juga
pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pada masanya, Abu Bakar memberantas kelompok
orang-orang yang enggan membayar zakat. Selain sebagai penegakkan syari'ah,
pemberantasan itu juga bertujuan untuk menghindari kurangnya pemasukkan dana ke
baitul mal, karena dana yang masuk ke baitul mal dari ZIS saat
itu bukan hanya disalurkan untuk fakir dan miskin, akan tetapi juga digunakan
untuk keperluan perang demi perluasan wilayah kekuasaan Islam.
Perkembangan
baitul mal selanjutnya tampak pada masa Umar bin Khaththab. Sumber
pemasukan saat itu diperluas lagi yaitu dari jizyah, kharaj, fai’,ghanimah,
rikaz, luqathah, dan lain-lain. Dana yang ada di baitul mal saat itu
digunakan untuk berbagai keperluan sebagaimana fungsinya yang terbagi dua : baitul
mal khash dan baitul mal muslim. Baitul mal khash berfungsi untuk
mendanai hal-hal yang bersangkutan dengan jalannya pemerintahan seperti gaji
pegawai dan lain-lain. Baitul mal muslim berfungsi untuk mendanai
pembangunan fasilitas umum, membantu fakir miskin dan lain-lain. Pada masa Umar
bin Khaththab, kinerja baitul mal sangat
efektif, tidak pernah terjadi penimbunan dana di baitul mal, setiap ada
harta yang masuk, langsung saja dialokasikan untuk mendanai hal-hal yang
mendesak.
Perkembangan
perekonomian Islam di masa Bani Umayyah dan Abbassiyah tidaklah begitu terekam
oleh sejarah sebab perkembangan ilmu fiqh dan politik jauh lebih populer
daripada perkembangan ekonomi, sehingga data dan bukti sejarah yang menunjukkan
perkembangan lembaga ekonomi sulit didapat. Perkembangan lembaga ekonomi baru
terlihat jelas setelah terbentuk negara bangsa dan terlihat signifikan pada
pertengahan abad XX.
Sebelum
terbentuknya lembaga ekonomi Islam, ekonom-ekonom Islam terlebih dahulu
menggagas doktrin yang menyatakan bahwa sistem ekonomi Islam adalah sistem
ekonomi terbaik, meskipun saat itu sistem ekonomi kapitalis dan sosialis sedang
naik daun. Ialah Sayyid Abu al-A’la Maududi , Muhammad Baqir al-Shadr, dan
Mahmud Thaliqani yang memberikan doktrin-doktrin tersebut kepada dunia. Akan
tetapi, pemikiran yang mereka kemukakan masih bersifat normatif dan tidak
mengikuti jalannya ekonomi yang sedang berkembang saat itu. Pemikiran ekonomi
yang modern dan sesuai syari'ah yang dapat dipraktikkan oleh pelaku bisnis
Islam kemudian di kemukakan di pertengahan 1960 oleh Muhammad Nejatullah
Siddiqi, Muhammad Abdul Manan, dan Muhammad Umer Chapra.
Pemikiran-pemikiran
itu kemudian mendapat hasil yang nyata berupa lembaga ekonomi Islam yang
didirikan oleh OKI (Organisasi Konferensi Islam) berupa bank yang disebut
Islamic Development Bank pada tahun 1974. Setelah itu barulah marak berdiri
bank-bank syari'ah di negara-negara Islam seperti : Bank Pembangunan Islam
Saudi Arabia (1974), Bank Islam Dubai (1975), Bank Islam Faisal Mesir (1976),
Bank Muamalat Indonesia (1992) dan lain-lain.
Selain
berbentuk bank, lembaga ekonomi Islam selanjutnya berbentuk asuransi yang
berdiri tahun 1979 yaitu Islamic Insurance Co, Ltd di Sudan dan Islamic
Insurance Co, Ltd di Arab Saudi. Di Indonesia juga muncul asuransi syari'ah
yaitu Asuransi Tkaful pada tahun 1994. Dan kemudian dewasa ini juga bermunculan
lembaga ekonomi Islam yang lain seperti di indonesia : Badan Amil dan Zakat
(BAZ), Unit Simpan Pinjam Syari'ah (USPS), Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha
Kecil (PINBUK), Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren), Baitul Mal wat Tamwil,
dan Reksa Dana Syari'ah.
No comments:
Post a Comment