Tuesday 8 March 2016

Pengertian Asuransi Syariah



Bab I
Pembahasan
A.    Pengertian Asuransi Syariah
Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min ­­diamil dari kata amana yang berarti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.[1]
Secara istilah men-ta’min-kan sesuatu artinya seseorang membayar uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti rugi terhadap hartanya yang hilang. Banyak pengertian berbeda yang diberikan oleh banyak ahli, salah satunya Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah mengartikan Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Sedangkan istilah konvensional dari asuransi salah satunya terdapat dalam UURI Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Peransuransian, “Asuransi atau Pertanggungan adalah pernjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima permi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang akan mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti; atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”[2]
Di Indonesia sendiri, asuransi Islam lebih sering dikenal dengan istilah takaful. Kata takaful berasal dari kata tafakala-yatafakalu, yang berarti menjamin atau saling menanggung. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam digunakan istilah at-takaful al-ijtima’i atau solidaritas yang diartikan sebagai sikap anggota masyarakat Islam yang saling memikirkan, memerhatikan, dan membantu mengatasi kesulitan; anggota masyarakat Islam yang satu merasakan penderitaan yang lain sebagai penderitaannya sendiri dan dengan keberuntungannya adalah juga keberuntungan yang lain. Hal ini sejalan dengan H.R Bukhari Muslim: “Orang-orang yang beriman bagaikan sebuah bangunan, antara satu bagain dan bagian yang lainnya saling menguatkan sehingga melahirkan suatu kekuatan yang besar.”[3]
Searti dengan kata itu, adalah lafaz tadhamun yang pemakanaanya sama, yaitu saling menanggung. Adalah Muhammad Sauqi al-Fanjari yang memakai kata tadhamun sebagai pengungkapan arti tanggung jawab sosial bersama.[4]
Dewan Syariah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai asuransi syariah. Dalam fatwa DSN disebutkan pengertian asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentu aset dan /atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.[5]

B.     Sejarah Asuransi Syariah
Asuransi dengan sistem yang kompleks seperti saat ini tidak pernah ada dalam sejarah Islam masa Rasulullah. Nama Asuransi seperti ta’min, takaful atau tadhamun juga baru muncul baru-baru ini. Tidak ada praktik yang sama persis yang dilakukan di masa Rasulullah yang menjadi pedoman pelaksanaan asuransi syariah saat ini. Akan tetapi adalah suatu praktik yang disebut aqila yang konsep-konsepnya dapat menjadi dasar pelaksanaan asuransi syariah.
Di kalangan suku Arab zaman dahulu, sudah menjadi kebiasaan bahwa jika ada salah seorang anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku lain, pewariskorban berhak dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat pembunuh tersebut disebut sebagai aqilah, dan harus membayar sejumlah uang darah atas nama pembunuh.
Pada perkembangan selanjutnya, dengan datangnya Islam, sistem aqilah diterima Rasulullah menjadi bagian dalam hukum Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari hadits Nabi dalam pertengkaran antara dua wanita suku Huzail. Abu Hanifah mengatakan bahwa pernah dua wanita dari suku Huzail bertikai. Salah seorang dari mereka memukul yang lain dengan batu hingga mengakibatkan kematian wanita itu dan jabang bayi yang ada dalam kandungannya. Pewaris korban membawa kejadian itu ke pengadilan. Nabi Muhammad memberikan keputusan bahwa kompensasi bagi pembunuh anak bayi adalah membebaskan seorang budak laki-laki atau wanita, sedangkan kompensasi atas membunuh wanita itu adalah uang darah (diyat) yang harus dibayar oleh aqilah (saudara pihak ayah) dari yang tertuduh.[6]
Selain diterapkan dalam bidang pidana, konsep asuransi juga telah pernah diterapkan di bidang perniagaan pada zaman sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul. Orang-orang Arab yang mahir di bidang perdagangan telah melakukan perdagangan ke negara-negara lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang dagangannya, mereka mengasuransikanya ketika melakukan perdagangan di Mekkah. Suaut ketika Nabi Muhammad turut dalam perdagangan di Mekka dan seluruh armada dagangannya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir. Kemudian para pengelola usaha yang merupakan anggota dana kontribusi membayar seluruh barang dagangan termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para korban yang selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad yang pada saat itu berdagang dengan modal dari Khadijah juga telah meyumbangkan dana pada dana kontribusi tersebut dari keuntungan yang telah diperolehnya.[7]

C.    Falsafah /Dasar Pemikiran Asuransi Syariah
Asal Hukum Segala Sesuatu Adalah Mubah
Ketika kita membahas tentang muamalah, maka kita tidak akan terlepas dari hukum syara yang telah ditetapkan oleh ulama terdahulu. Para ulama dalam mentapkan hukum menyangkut masalah-masalah syariah selalu mendasarkan ketetapannya dengan suatu prinsip pokok bahwa “segala sesuatu asalnya mubah”. Ketetapan ini didasarkan pada dalil-dalil syar’i seperti Q.S. Al-Baqarah: 29.
uqèd Ï%©!$# šYn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèŠÏJy_ ...
Artinya:  Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu... (QS. Al-Baqarah: 29).
Syaikh Muhammad Yusuf al-Qardhawi mengatakan bahwa pada dasarnya tidak ada satupun yang haram kecuali ada nash yang sah dan tegas dari syari’ yang mengharamkannya. Kalau tidak ada nash yang sah, isalnya karena ada sebagian hadits lemah atau tidak ada nash yang tegas yangmenunjukkan haram, maka hal tersebut kembali pada hukum asalnya yaitu mubah.[8]
Oleh karena itu hukum asal dari asuransi adalah mubah, baik itu asuransi konvensional ataupun asuransi syariah, sebab tidak ada dalil tegas yang secara khusus menyebutkan bahwa asuransi adalah haram. Akan tetapi bila ditelusuri lebih jauh kedalam mekanisme pelaksanaan asuransi itu huum akan berubah jika ditemukan praktik-praktik yang jelas-jelas dilanrang oleh syariat.
Asuransi konvensional yang bersumber hukum dari pikiran manusia  dan praktik-praktik yang telah berjalan sebelumnya, memiliki banyak sekali aspek kecurangan, ketidakpastian, ketidakadilan, dan riba di dalam pelaksanaannya, yang secara syariat hal itu sangat dilarang karena telah dijelaskan secara tegas bahwa hal itu adalah haram. Oleh sebab itulah asuransi konvensional dihukumkan haram. Namun, kebutuhan masyarakat juga tradisi untuk berasuransi memaksa elemen-elemen masyarakat untuk menemukan suatu solusi agar tetap bisa berasuransi tanpa melanggar ketentuan-ketentuan syariat. Maka dari itulah timbul yang namanya asuransi syariah.

Konsep Al-Falah dalam Muamalah
Sebagai umat yang penuh dengan rahmat dari Allah SWT, kita menjalankan suatu kepercayaan yang umurnya paling tuadari semua kepercayaan yaitu, Tauhid. Kata Tauhid itu berasal dari kata ahada yang berarti menyatukan, maksudnya adalah percaya kepada Allah, percaya bahwa Allah itu ada, hanya menyembah dan meyerahkan diri kepada-Nya, dan melakukan segala sesuatu hanya demi mendapatkan ridho-Nya.
Dalam setiap detik kehidupan mukmin haruslah tetap memegang teguh Tauhidnya itu, baik saat sedang beribadah maupun bermuamalah. Prinsip utama dalam muamalah adalah al-falah yang bersandar pada keTauhidan, bahwa setiap apa yang kita lakukan adalah demi mencapai keridhoan Allah SWT, meskiun disamping itu kita tetap akan mendapatkan keuntungan dunia atas apa yang telah kita usahakan. Al-Falah bermaksud bahwa, muamalah yang dilakukan seorang mukmin adalah untuk mendapatkan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itulah, dalam bermuamalah, mukmin dituntut unutk tetap mengingat Allah agar tidak menyeleweng dari apa yang telah Allah perintahkan dan allah larang.
Hal itu juga berlaku dalam asuransi, bahwa asuransi yang tidak dijalankan sesuai syariat Islam (maksudnya yang akad-akadnya mengandung usnsur gharar, maisir dan riba) tidak akan diridhoi Allah, karena Allah telah jelas-jelas melarangnya. Kegiatan asuransi secara teori mengandung banyak mashahat karena asuransi dapat sangat membantu seorang pemegang polis asuransi ketika ia sedang mengalami musibah, namun asuransi yang disertai dengan praktik gharar, riba dan maisir, selalu akan menciptakan kondisi yang dapat memecah belah umat, sebab Allah telah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 275:
3... ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 ...
Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah:275)
Juga dalam QS. Al-Maidah: 90,
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah: 90).

Dasar Pemikiran Asuransi Syariah
Dasar pemikiran yang mendasari pelaksanaan asuransi syariah adalah suatu konsep dimana terjadi saling tolong-menolong dan memikul resiko antara sesama peserta. Sehingga, antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dan tabarru’ yang dialokasikan untuk menanggung resiko.[9] Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 2:
(#qçRur$yès?ur... n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
Artinya: ...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.(QS. Al-Maidah:2)
Asuransi syariah yang berdasarkan konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, menjadikan semua peserta dalam suatu keluarga besar untuk melindungi dan menanggung resiko keuangan yang terjadi  di antara mereka. Konsep takafuli yang merupakan dasar dari asuransi syariah, ditegakkan di atas tiga prinsip dasar, yaitu: saling bertanggung jawab, saling bekerja sama dan saling membantu ,serta saling melindungi.

D.    Dasar Hukum Asuransi Syariah[10]
1.      Al-Quran
Bila dilihat sepintas, tidak ada satu ayat pun yang secara khusus menyebutkan istilah asuransi dalam Alquran. Namun demikian , walaupun tidak menyebutkan secara tegas, terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang konsep asuransi dan yang memiliki muatan nilai-ilai dasar yang ada dalam praktik asuransi. Di antara ayat-ayat Alquran tersebut antara lain :
Peintah untuk mempersiapkan hari depan
QS. Al-Hasyr: 18,
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2.      Sunnah Rasulullah
Hadits tentang aqilah, telah diceritakan di atas.
Hadits tentang  menghilangkan kesulitan seseorang
Diiwayatkan oleh Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad bersabda: “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan duniawi seorang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesultan pada hari kiamat.barangsipa mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan memepermudah urusannya di dunia dan akhirat.”
Dan ada beberapa hadits lain tentang anjuran meninggalkan ali waris yang kaya, tentang mengurus anak yatim, tentang menghidari resiko, dan tentang piagam Madinah. Kesemua hadits itu disajikan karena dalam praktiknya, uang tanggungan dalam asuransi jiwa akan diberika kepada ahli waris. Asuransi juga dapat menghindarkan resiko terburuk yang akan terjadi di masa depan tanpa mengurangi rasa tawakkal kepada Allah SWT. Dan juga bahwa pada zaman Nabi SAW, konsep asuransi sudah diterapkan dan tertulis dalam Piagam Madinah.
3.      Ijithad
a.         Fatwa Sahabat
Praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman ganti rugi pernah dilakukan oleh khalifah kedua Umar bin Khaththab.
b.      Ijma’
Praktik yang dilaksanakan Umar bin Khaththab kala itu tidak disanggah oleh seorang sahabat pun, sehhingga scara otomatis telah terjadi ijma’.
c.       Qiyas
Praktik aqilah  yang dilakukan Rasulullah, dapat diqiyaskan kepada praktik asuransi syariah saat ini.



Bab II
Penutup
Simpulan
Dari pembahsan yang telah kami paparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah adalah asuransi yang didasarkan pada konsep tolong menolong antar sesama muslim. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS Al-Maidah ayat 2 bahwa tolong menolong diwajibkan bagi umat Islam.
Asuransi syariah adalah asuransi yang tidak mengandung unsur gharar, riba dan maisir, karena ketiga unsur itu adalah kegiatan yang sangat dilarang oleh Allah SWT. Sebaliknya dengan asuransi konvensional yang mengandung unsur-unsur tersebut karena perusahaan asuransi konvensional memfokuskan dirinya unutk mncari keuntungan.
Ternyata, konsep asuransi secara sederhana telah diterapkan oleh orang Arab zaman dahulu sebelum datangnya Islam yang disebut aqilah. Setelah Nabi diutus, penyelenggaraan aqilah tetap berjalan dan menjadi dasar konsep pelaksanaan asuransi syariat sekarang ini.








Daftar Pustaka
Hasan Ali, Asuransidalam Persepektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2004).
Muhammah Syakir Sula, Asurani Syariah (life and general): konsep dan sistem operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004).
Wirdyanigsih, Bank dan Asuransi di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005).



[1] Muhammah Syakir Sula, Asurani Syariah (life and general): konsepdan sistem operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004). Halaman 28.
[2] Ibid...Halaman 27.
[3] Wirdyanigsih, Bank dan Asuransi di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005). Halaman 178.
[4] Hasan Ali, Asuransidalam Persepektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2004). Halaman 64.
[5] Wirdyanigsih, Bank dan Asuransi di Indonesia... Halaman 179.
[6] Muhammah Syakir Sula, Asurani Syariah (life and general): konsepdan sistem operasional...Halaman 31.
[7] Wirdyanigsih, Bank dan Asuransi di Indonesia...Halaman 180.
[8] Muhammah Syakir Sula, Asurani Syariah (life and general): konsepdan sistem operasional... Halaman 2.
[9] Ibid...Halaman 293.
[10] Wirdyanigsih, Bank dan Asuransi di Indonesia...Halaman 189-195.

No comments:

Post a Comment