Bab
I
Pembahasan
A.
Pengertian Asuransi
Syariah
Dalam bahasa
Arab Asuransi disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin
sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min.
At-ta’min diamil dari kata amana yang berarti memberi
perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.[1]
Secara istilah men-ta’min-kan
sesuatu artinya seseorang membayar uang cicilan agar ia atau ahli warisnya
mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk
mendapatkan ganti rugi terhadap hartanya yang hilang. Banyak pengertian berbeda
yang diberikan oleh banyak ahli, salah satunya Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah
mengartikan Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong
di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
yang sesuai dengan syariah.
Sedangkan
istilah konvensional dari asuransi salah satunya terdapat dalam UURI Nomor 2
Tahun 1992 Tentang Usaha Peransuransian, “Asuransi atau Pertanggungan adalah
pernjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung, dengan menerima permi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan. Atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
akan mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti; atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”[2]
Di Indonesia
sendiri, asuransi Islam lebih sering dikenal dengan istilah takaful.
Kata takaful berasal dari kata tafakala-yatafakalu, yang berarti
menjamin atau saling menanggung. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam digunakan
istilah at-takaful al-ijtima’i atau solidaritas yang diartikan sebagai
sikap anggota masyarakat Islam yang saling memikirkan, memerhatikan, dan
membantu mengatasi kesulitan; anggota masyarakat Islam yang satu merasakan
penderitaan yang lain sebagai penderitaannya sendiri dan dengan
keberuntungannya adalah juga keberuntungan yang lain. Hal ini sejalan dengan
H.R Bukhari Muslim: “Orang-orang yang beriman bagaikan sebuah bangunan,
antara satu bagain dan bagian yang lainnya saling menguatkan sehingga
melahirkan suatu kekuatan yang besar.”[3]
Searti dengan
kata itu, adalah lafaz tadhamun yang pemakanaanya sama, yaitu saling
menanggung. Adalah Muhammad Sauqi al-Fanjari yang memakai kata tadhamun sebagai
pengungkapan arti tanggung jawab sosial bersama.[4]
Dewan Syariah
Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai asuransi syariah.
Dalam fatwa DSN disebutkan pengertian asuransi syariah (ta’min, takaful atau
tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara
sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentu aset dan /atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
yang sesuai dengan syariah.[5]
B. Sejarah Asuransi Syariah
Asuransi dengan
sistem yang kompleks seperti saat ini tidak pernah ada dalam sejarah Islam masa
Rasulullah. Nama Asuransi seperti ta’min, takaful atau tadhamun juga
baru muncul baru-baru ini. Tidak ada praktik yang sama persis yang dilakukan di
masa Rasulullah yang menjadi pedoman pelaksanaan asuransi syariah saat ini.
Akan tetapi adalah suatu praktik yang disebut aqila yang
konsep-konsepnya dapat menjadi dasar pelaksanaan asuransi syariah.
Di kalangan
suku Arab zaman dahulu, sudah menjadi kebiasaan bahwa jika ada salah seorang
anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku lain, pewariskorban berhak
dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat
dari pembunuh. Saudara terdekat pembunuh tersebut disebut sebagai aqilah,
dan harus membayar sejumlah uang darah atas nama pembunuh.
Pada
perkembangan selanjutnya, dengan datangnya Islam, sistem aqilah diterima
Rasulullah menjadi bagian dalam hukum Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari
hadits Nabi dalam pertengkaran antara dua wanita suku Huzail. Abu Hanifah
mengatakan bahwa pernah dua wanita dari suku Huzail bertikai. Salah seorang
dari mereka memukul yang lain dengan batu hingga mengakibatkan kematian wanita
itu dan jabang bayi yang ada dalam kandungannya. Pewaris korban membawa
kejadian itu ke pengadilan. Nabi Muhammad memberikan keputusan bahwa kompensasi
bagi pembunuh anak bayi adalah membebaskan seorang budak laki-laki atau wanita,
sedangkan kompensasi atas membunuh wanita itu adalah uang darah (diyat) yang
harus dibayar oleh aqilah (saudara pihak ayah) dari yang tertuduh.[6]
Selain
diterapkan dalam bidang pidana, konsep asuransi juga telah pernah diterapkan di
bidang perniagaan pada zaman sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul.
Orang-orang Arab yang mahir di bidang perdagangan telah melakukan perdagangan
ke negara-negara lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang
dagangannya, mereka mengasuransikanya ketika melakukan perdagangan di Mekkah.
Suaut ketika Nabi Muhammad turut dalam perdagangan di Mekka dan seluruh armada
dagangannya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir. Kemudian
para pengelola usaha yang merupakan anggota dana kontribusi membayar seluruh
barang dagangan termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para korban
yang selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad yang pada saat itu
berdagang dengan modal dari Khadijah juga telah meyumbangkan dana pada dana
kontribusi tersebut dari keuntungan yang telah diperolehnya.[7]
C. Falsafah /Dasar Pemikiran Asuransi Syariah
Asal Hukum
Segala Sesuatu Adalah Mubah
Ketika kita membahas
tentang muamalah, maka kita tidak akan terlepas dari hukum syara yang telah
ditetapkan oleh ulama terdahulu. Para ulama dalam mentapkan hukum menyangkut
masalah-masalah syariah selalu mendasarkan ketetapannya dengan suatu prinsip
pokok bahwa “segala sesuatu asalnya mubah”. Ketetapan ini didasarkan
pada dalil-dalil syar’i seperti Q.S. Al-Baqarah: 29.
uqèd Ï%©!$# Yn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèÏJy_ ...
Artinya: Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang
ada di bumi untuk kamu... (QS. Al-Baqarah: 29).
Syaikh Muhammad
Yusuf al-Qardhawi mengatakan bahwa pada dasarnya tidak ada satupun yang haram
kecuali ada nash yang sah dan tegas dari syari’ yang mengharamkannya. Kalau
tidak ada nash yang sah, isalnya karena ada sebagian hadits lemah atau tidak
ada nash yang tegas yangmenunjukkan haram, maka hal tersebut kembali pada hukum
asalnya yaitu mubah.[8]
Oleh karena itu
hukum asal dari asuransi adalah mubah, baik itu asuransi konvensional ataupun
asuransi syariah, sebab tidak ada dalil tegas yang secara khusus menyebutkan
bahwa asuransi adalah haram. Akan tetapi bila ditelusuri lebih jauh kedalam
mekanisme pelaksanaan asuransi itu huum akan berubah jika ditemukan
praktik-praktik yang jelas-jelas dilanrang oleh syariat.
Asuransi
konvensional yang bersumber hukum dari pikiran manusia dan praktik-praktik yang telah berjalan
sebelumnya, memiliki banyak sekali aspek kecurangan, ketidakpastian,
ketidakadilan, dan riba di dalam pelaksanaannya, yang secara syariat hal itu
sangat dilarang karena telah dijelaskan secara tegas bahwa hal itu adalah
haram. Oleh sebab itulah asuransi konvensional dihukumkan haram. Namun,
kebutuhan masyarakat juga tradisi untuk berasuransi memaksa elemen-elemen
masyarakat untuk menemukan suatu solusi agar tetap bisa berasuransi tanpa
melanggar ketentuan-ketentuan syariat. Maka dari itulah timbul yang namanya asuransi
syariah.
Konsep
Al-Falah dalam Muamalah
Sebagai umat
yang penuh dengan rahmat dari Allah SWT, kita menjalankan suatu kepercayaan
yang umurnya paling tuadari semua kepercayaan yaitu, Tauhid. Kata Tauhid itu
berasal dari kata ahada yang berarti menyatukan, maksudnya adalah
percaya kepada Allah, percaya bahwa Allah itu ada, hanya menyembah dan
meyerahkan diri kepada-Nya, dan melakukan segala sesuatu hanya demi mendapatkan
ridho-Nya.
Dalam setiap
detik kehidupan mukmin haruslah tetap memegang teguh Tauhidnya itu, baik saat
sedang beribadah maupun bermuamalah. Prinsip utama dalam muamalah adalah
al-falah yang bersandar pada keTauhidan, bahwa setiap apa yang kita lakukan
adalah demi mencapai keridhoan Allah SWT, meskiun disamping itu kita tetap akan
mendapatkan keuntungan dunia atas apa yang telah kita usahakan. Al-Falah
bermaksud bahwa, muamalah yang dilakukan seorang mukmin adalah untuk
mendapatkan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itulah, dalam
bermuamalah, mukmin dituntut unutk tetap mengingat Allah agar tidak menyeleweng
dari apa yang telah Allah perintahkan dan allah larang.
Hal itu juga berlaku dalam
asuransi, bahwa asuransi yang tidak dijalankan sesuai syariat Islam (maksudnya
yang akad-akadnya mengandung usnsur gharar, maisir dan riba) tidak akan
diridhoi Allah, karena Allah telah jelas-jelas melarangnya. Kegiatan asuransi
secara teori mengandung banyak mashahat karena asuransi dapat sangat membantu
seorang pemegang polis asuransi ketika ia sedang mengalami musibah, namun
asuransi yang disertai dengan praktik gharar, riba dan maisir, selalu akan
menciptakan kondisi yang dapat memecah belah umat, sebab Allah telah berfirman
dalam QS. Al-Baqarah: 275:
3... ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4
...
Artinya: Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS.
Al-Baqarah:275)
Juga dalam QS.
Al-Maidah: 90,
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsø:$# çÅ£øyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS.
Al-Maidah: 90).
Dasar
Pemikiran Asuransi Syariah
Dasar pemikiran
yang mendasari pelaksanaan asuransi syariah adalah suatu konsep dimana terjadi
saling tolong-menolong dan memikul resiko antara sesama peserta. Sehingga,
antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul.
Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan
dengan cara masing-masing mengeluarkan dan tabarru’ yang dialokasikan
untuk menanggung resiko.[9]
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 2:
(#qçRur$yès?ur... n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur (
wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# (
¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya: ...dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.(QS. Al-Maidah:2)
Asuransi
syariah yang berdasarkan konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan,
menjadikan semua peserta dalam suatu keluarga besar untuk melindungi dan
menanggung resiko keuangan yang terjadi
di antara mereka. Konsep takafuli yang merupakan dasar dari
asuransi syariah, ditegakkan di atas tiga prinsip dasar, yaitu: saling bertanggung
jawab, saling bekerja sama dan saling membantu ,serta saling melindungi.
D. Dasar Hukum Asuransi Syariah[10]
1.
Al-Quran
Bila dilihat
sepintas, tidak ada satu ayat pun yang secara khusus menyebutkan istilah
asuransi dalam Alquran. Namun demikian , walaupun tidak menyebutkan secara
tegas, terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang konsep asuransi dan yang
memiliki muatan nilai-ilai dasar yang ada dalam praktik asuransi. Di antara
ayat-ayat Alquran tersebut antara lain :
Peintah untuk mempersiapkan hari depan
QS. Al-Hasyr: 18,
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 (
(#qà)¨?$#ur ©!$# 4
¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2.
Sunnah Rasulullah
Hadits
tentang aqilah, telah diceritakan di atas.
Hadits
tentang menghilangkan kesulitan
seseorang
Diiwayatkan
oleh Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad bersabda: “Barangsiapa yang menghilangkan
kesulitan duniawi seorang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesultan pada
hari kiamat.barangsipa mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan
memepermudah urusannya di dunia dan akhirat.”
Dan ada
beberapa hadits lain tentang anjuran meninggalkan ali waris yang kaya, tentang
mengurus anak yatim, tentang menghidari resiko, dan tentang piagam Madinah. Kesemua
hadits itu disajikan karena dalam praktiknya, uang tanggungan dalam asuransi
jiwa akan diberika kepada ahli waris. Asuransi juga dapat menghindarkan resiko
terburuk yang akan terjadi di masa depan tanpa mengurangi rasa tawakkal kepada
Allah SWT. Dan juga bahwa pada zaman Nabi SAW, konsep asuransi sudah diterapkan
dan tertulis dalam Piagam Madinah.
3.
Ijithad
a.
Fatwa Sahabat
Praktik sahabat
berkenaan dengan pembayaran hukuman ganti rugi pernah dilakukan oleh khalifah
kedua Umar bin Khaththab.
b.
Ijma’
Praktik yang
dilaksanakan Umar bin Khaththab kala itu tidak disanggah oleh seorang sahabat
pun, sehhingga scara otomatis telah terjadi ijma’.
c.
Qiyas
Praktik aqilah
yang dilakukan Rasulullah, dapat
diqiyaskan kepada praktik asuransi syariah saat ini.
Bab II
Penutup
Simpulan
Dari pembahsan
yang telah kami paparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah
adalah asuransi yang didasarkan pada konsep tolong menolong antar sesama
muslim. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS Al-Maidah ayat 2 bahwa tolong
menolong diwajibkan bagi umat Islam.
Asuransi
syariah adalah asuransi yang tidak mengandung unsur gharar, riba dan maisir,
karena ketiga unsur itu adalah kegiatan yang sangat dilarang oleh Allah SWT.
Sebaliknya dengan asuransi konvensional yang mengandung unsur-unsur tersebut
karena perusahaan asuransi konvensional memfokuskan dirinya unutk mncari
keuntungan.
Ternyata,
konsep asuransi secara sederhana telah diterapkan oleh orang Arab zaman dahulu
sebelum datangnya Islam yang disebut aqilah. Setelah Nabi diutus,
penyelenggaraan aqilah tetap berjalan dan menjadi dasar konsep
pelaksanaan asuransi syariat sekarang ini.
Daftar Pustaka
Hasan Ali, Asuransidalam
Persepektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2004).
Muhammah
Syakir Sula, Asurani Syariah (life and general): konsep dan sistem
operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004).
Wirdyanigsih, Bank
dan Asuransi di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005).
[1] Muhammah
Syakir Sula, Asurani Syariah (life and general): konsepdan sistem
operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004). Halaman 28.
[2] Ibid...Halaman
27.
[3] Wirdyanigsih, Bank
dan Asuransi di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005). Halaman 178.
[4] Hasan Ali, Asuransidalam
Persepektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2004). Halaman 64.
[5] Wirdyanigsih, Bank
dan Asuransi di Indonesia... Halaman 179.
[6] Muhammah
Syakir Sula, Asurani Syariah (life and general): konsepdan sistem
operasional...Halaman 31.
[7] Wirdyanigsih, Bank
dan Asuransi di Indonesia...Halaman 180.
[8] Muhammah
Syakir Sula, Asurani Syariah (life and general): konsepdan sistem
operasional... Halaman 2.
[9] Ibid...Halaman
293.
[10] Wirdyanigsih, Bank
dan Asuransi di Indonesia...Halaman 189-195.
No comments:
Post a Comment