Makalah
Fiqh Munakahat
Definisi,
Dalil, Hukum, Hikmah dan Dampak Hukum
Disusun oleh : Kelompok 1
Semester : V
Unit : 2
Mata Kuliah : Fiqh Munakahat
Fakultas
Syari'ah Jurusan Muamalah
Institut
Agama Islam Negeri
Zawiyah
Cot Kala Langsa
Tahun
2015
Kata Pengantar
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh,
Alhamdulilahirabbil’alamin,
Puja
dan puji saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat terbesarnya
kepada saya berupa iman dan kesehatan sehingga saya masih berkesempatan membuat
tugas yang diberikan oleh Bapak Dosen. Shalawat dan salam saya sampaikan kepada
Rasulullah SAW yang telah mengorbankan jiwa dan raganya demi menegakkan agama
Islam di muka bumi yang dirahmati Allah SWT.
Tujuan
dari pembuatan makalah yang berjudul Definisi, Dalil, Hukum, Hikmah dan Dampak Hukum Nikah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen untuk dijadikan bahan perkuliahan dalam presentasi. Saya
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman yang sudah
membantu dalam penyelesaian makalah ini. Saya berharap semoga makalah ini dapat
menjadi sumber bacaan yang berkualitas dan membantu teman-teman dalam memahami materi ini.
Demikianlah
makalah ini dibuat dengan semestinya.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Penulis
(.....................)
Bab I
Pendahuluan
Makalah ini menjadi pengantar untuk makalah
selanjutnya, karena pembahasan tentang definisi, sumber dalil, dan hal-hal
mendasar dalam suatu permasalahan adalah kunci untuk memahami pembahasan
selanjutnya .
Fiqh Munakahat sebagai
salah satu cabang ilmu fiqh, memegang peranan penting dalam mengatur tatanan kehidupan umat Islam. Fiqh
Munakahat itu adalah hukum Allah, oleh karena itu, sumber utama dari fiqh
munakahat itu adalah wahyu ilahi yang
terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah.
Banyak hal-hal yang
dibahas dalam fiqh munakahat, seperti masalah rukun nikah, kewajiban suami dan istri, masalah peminangan, talak,
ruju’,poligami, pemeliharaan anak, sampai jenis-jenis pernikahan yang dilarang
dalam Islam. Akan tetapi didalam makalah akan dibahas beberapa rumusan masalah
saja sebagai berikut :
Rumusan Masalah :
1.
Apa yang dimaksud dengan nikah ?
2.
Apa dalil pensyariatan nikah ?
3.
Bagaimana hukum pernikahan menurut
Islam ?
4.
Apa saja hikmah dari adanya pernikahan ?
5.
Bagaimana dampak hukum yang tercipta dari adanya pernikahan yang sah ?
Bab II
Pembahasan
1.
Definisi Nikah
Perkawinan atau
pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah
dan zawaj. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari
orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran dan hadits Nabi SAW.[1]
Kata ‘nikah’ berasal
dari bahasa Arab نِكَاحٌ yang merupakan masdar dari
kata kerja نَكَحَ . Secara bahasa artinya adalah ‘adh-dhammu’(bergabung),
‘wathi’(hubungan kelamin), dan juga berarti ‘’akad’(akad).
Secara istilah, ulama
kalangan Syafi’iyyah mengartikan nikah
adalah akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan
kelamin dengan menggunakan lafaz na-ka-ha atau za-wa-ja.[2]
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, pernikahan adalah akad yang
sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Dan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah.[3]
2.
Dalil Nikah
Di dalam Islam nikah adalah suatu
yang dianjurkan, bahkan Nabi SAW mengatakan bahwa itu adalah sunnahnya. Ada
banyak dalil dari Al-Quran dan hadits yang membahas tentang nikah.
Dalam Al-Quran Allah berfirman
dalam surah An-Nisa ayat 1 :
Artinya
: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan
daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa: 1)
Dalam ayat tersebut Allah
berfiraman bahwa Dia sendirilah yang telah menciptakan istri bagi kaum pria
sehingga menciptakan manusia menjadi berpasang-pasangan. Kalimat senada juga
tersebut dalam Q.S. An-Nahl ayat 72, juga dalam Q.S Ar-Rum ayat 21.
Dalam ayat lain Allah berfirman,
pada surah An-Nur ayat 32 :
Artinya : Dan kawinkanlah
orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Melalui ayat tersebut Allah
memerintahkan manusia untuk menikahkan para lajang, bahkan lebih dipertegas
lagi dengan kalimat “maka Allah akan memampukan mereka” bagi orang-orang
yang merasa belum mampu secara ekonomi untuk menikah.
Sedangkan dalam hadits riwayat
Bukhari dan Muslim dari Ubnu Abbas, Rasulullah bersabda :
يَا مًعْشَرَ الشَّبَابَ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ اَحْصَنُ لِلْفَجْرِ .
Artinya : Hai para pemuda,
barangsiapa yang telah sanggup di antaramu untuk kawin, maka kawinlah, karena
sesungguhnya kawin itu dapat mengurangi pandangan (yang liar) dan lebih menjaga
kehormatan.
Islam sangat menganjurkan para
pemuda untuk langsung menikah ketika ia telah sanggup secara lahir dan batin. Banyak
sebab dan alasan mengapa nikah adalah suatu yang sangat dianjurkan salah
satunya seperti yang disebut dalam hadits di atas, yaitu untk menjaga
kehormatan dan pandangan yang dilarang.
Dalam hadits lain Rasul bersabda
:
... وَ أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ
رَغِبَ عِنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ . (رواه الجماعة و المسلم)
Artinya : ... dan aku mengawini wanita-wanita,
barangsiapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia bukan termasuk umatku. (HR.
Jama’ah dan Muslim)[4]
3.
Hukum
Nikah
Tentang hukum melakukan
perkawinan, Ibnu Rusyd menjelaskan :
Segolongan fuqaha, yakni jumhur
berpendapat bahwa nikah itu hukumnya sunnat. Golongan Zhahiriyyah berpendapat
bahwa nikah itu wajib. Para ulam Malikiyyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah
itu wajib bagi sebagin orang, sunnat untuk sebagian yang lain, dan mubah untuk
golongan yang lain.[5]
Perbedaan ini disebabkan karena
adanya perbedaan penafsiran terhadap bentuk kalimat perintah yang ada pada
ayat-ayat munakahat, apakah itu harus diartikan wajib, atau sunnah atau mungkin
mubah.
Bagi fuqaha yang berpendapat
bahwa kawin itu wajib bagi sebagian orang, sunnat untuk sebagian yang lain, dan
mubah untuk yang lain, maka pendapat ini didasarkan atas pertimbangan
kemashlahatan.
Ulama Syafi’iyyah mengatakan
hukum asal nikah adalah mubah, namun secara rinci menyatakan huukm perkawinan
itu dengan melihat keadaan orang –orang tertentu sebagai berikut :
a. Sunnah bagi orang-orang yang
telah berkeinginan untuk kawin, telah pantas untuk kawin, dan dia telah
mempunyai perbekalan untuk melangsungkan perkawinan.
b. Makruh bagi orang-orang yang
belum berkeinginan untuk kawin, sedangkan perbekalan pun belum ada. Begitu juga
ia telah mempunyai perbekalan untuk perkawinan, namun fisiknya mengalami cacat,
seperti impoten, berpenyakitan tetap, tua bangka dan berpenyaktan fisik lainya.[6]
Ulama Hanafiyah menambahkan hukum
secar khusus bagi keadaan orang tertentu sebagai berikut :
a. Wajib bagi orang-orang yang telah
pantas untuk kawin,berkeinginan untuk kawin dan memiliki perlengkapan untuk
kawin; ia takut akan terjerumus ke dalam perbuatan zina jika ia tidak kawin.
b. Makrih bagi orang yang pada
dasarnya mampu melakukakan perkainan namun ia mersa akan berbuat curang dalam
perkawinannya.[7]
Ulama lain menambahkan hukum
perkawinan secara khusus untuk keadaan dan orang tertentu sebagai berikut :
a. Haram bagi orang yang tidak dapat
memenuhi ketentuan syara’ untuk melakukan perkawinan atau ia yakin perkawinan
itu tidak akan mencapai tujuan syara’, sedangkan ia meyaknii perkawinan itu
akan merusak hidup pasangannya.
b. Mubah bagi orang-orang yang pada
dasarnya belum ada dorongan untuk kawin dan perkawinan itu tidak akan
mendatangkan kemudharatan apa-apa kepada siapapun.[8]
4.
Hikmah
Nikah
Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi,
hikmah-hikmah perkawinan itu ada banyak, antara lain :[9]
a. Dengan pernikahan maka banyaklah
keturunan. Ketika keturunan itu banyak maka proses memakmurkan bumi berjalan
semakin mudah, karena suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan
sulit dikerjakan sendirian.
b. Keadaan hidup manusia tidak akan
tenteram kecuali jika keadaan rumah tangganya teratur. Kehidupannya tidak kan
tenang kecuali dengan adanya ketertiban rumah tangga. Dengan alasan itulah maka
nikah disyariatkan sehingga keadaan kaum laki-laki menjadi tenteram dan dunia
semakin makmur.
c. Laki-laki dan perempuan adalah
dua sekutu yang berfungsi memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya
berbuat dengan berbagai maccam pekerjaan.
d. Manusia diciptakan dengan
memiliki rasa cemburu untuk menjaga kehormatannya dan kemuliannya. Pernikahan
akan menjaga pandangan yang penuh syahwat terhadap apa yang tidak dihalalkan
untuknya. Apabila keutamaan dilanggar, maka akan datang bahaya dari dua sisi,
yaitu melakukan kehinaan dan timbulnya permusuhan dikalangan pelakunya denga
emalakukan perzinahan dan kefasikan. Adanya tindakan seperti itu, tanpa diragukan
lagi akan merusak peraturan alam. Rasulullah bersabda :
مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ اَحْرَزَ شَطَّرَ دِيْنِهِ ,
فَالْيَتَّقِ للهَ فِي الشَّطَّرِ الأَخَرِ.
Artinya
: Barangsiapa menikah berarti telah menjaga separuh agamanya, maka hendaklah
dia takut kepada Allah akan sebagian yang lain.
e. Perkawinan akan menjaga keturunan
dan menjaganya. Di dalamnya terdapat faedah yang banyak antara lain memelihara
hak-hak dalam warisan.
f. Berbuat baik yang banyak lebih
baik daripada berbuat baik yang sedikit. Pernikahan pada umumnya akan
menghasilkan keturunan yang banyak. Nabi SAW bersabda :
تَنَاكَحُوا تَنَاسَلُوا تَكَتَرُوا فَإِنِّي مُبَاهٍ
بِكُمُ الْأَمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ .
Artinya
: Menikahlah, niscaya kamu sekalian akan beranak pinak dan
berbanyak-banyaklah kamu sekalian, maka sesungguhnya aku membanggakan dengan
kalian akan adanya umat yang banyak pada hari kiamat.
g. Manusia itu jika telah mati maka
terputuslah semua amalnya yang mendatangkan rahmat dan pahala. Namun apabila
mashi meninggalkan anak dan istri, pasti mereka akan mendo’akannya dengan
kebaikan hingga amalnya pun tidak terputus dan pahalanya pun tidak ditolak.
Selain hikmah tersebut, Sayyid
Sabiq menyebutkan pula hikmah yang lain[10] :
a. Sesungguhnya naluri seks
merupakan naluri yang paling kuat, yang selamanya manuntut ada jalan keluar.
Bilamana jalan keluar tidak dapat memuaskannya, maka banyaklah manusia yang
mengalami kegoncangan, kacau dan menerobos jalan yang jahat. Pernikahan
merupakan jalan alami dan biologis yang paing baik dan sesuai untuk menyaurkan
dan memuaska naluri seks ini.
b. Naluri keibuan dan kebapaan akan
tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh
pula perasaan ramah, cinta, dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang
menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
c. Menyadari tanggung jawab beristri
dan menanggung anak-anak akan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam
memperkuat bakat dnan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja karena
dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak
bekerja dan mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan
memperbanyak produksi.
d. Dengan perkawinan, diantaranya
dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara
keluarga, dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang oleh Islam direstui.
5.
Dampak
Hukum Perkawinan
Akad perkawinan yang sah menurut
syari'ah, akan membuahkan akibat hukum yang saling mengikat di hadapan Allah
SWT. Adapun akibat hukum itu antara lain :
a. Menjadi halalnya bagi suami dan
istri untuk bergaul seperti yang diajarkan Rasulullah SAW.
b. Kewajiban bagi suami dan istri
untuk melakukan kewajiban-kewajibanya sebagai suami/istri.
Suami wajib
memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri dan anak-anaknya, begitu
pulaistri wajib mematuhi segala perintah suami selama hal itu bukan larangan
agama.
c. Dengan melakukan pernikahan
dengan seorang wanita, maka akan timbul keharaman bagi si lelaki untuk menikahi
orang-orang dekat si istri, seperti ibu istri, anak si istri, bibi/keponakan
istri (dihimpun dalam satu waktu), dan lain-lain.
Bab III
Penutup
Simpulan
Nikah adalah akad yang mengikat yang menjadikan sah hubungan antara
lelaki dan perempuan yang bukan muhrimnya dan menjadi halal hubungan badan
antara mereka, yang mengakibatkan timbulnya akibat-akibat hukum yang wajib
dipenuhi oleh suami/istri.
Dalam
Al-Quran Allah menjelaskan bahwa Dia telah menciptakan segala apa yang ada di
langit dan di bumi barpasang-pasangan. Dia pulalah yang telah menciptakan
manusia dari seorang diri dan menciptakan pasangannya dari tulang rusuknya. Hal
itu seperti yang dijelaskan-Nya dalam Q.S.
An-Nahl ayat 72, Q.S Ar-Rum ayat 21
dan Q.S An-Nisa ayat 1.
Rasulullah sendiri
menyatakan bahwa pernikahan yang sah adalah sunnahnya dan bukanlah umatnya
siapa-siapa yang yang mengingkari sunnahnya tersebut. Dari Al-Quran dan sunnah
telah disebutkan bahwa menikah adalah hal yang sangat dianjurkan bagi muslim,
sebab degnan adanya pernikahan maka banyak kezaliman-kezaliman yang akan
terhindari dan tercegah, sebab pernikahan akan menccegah manusia dari pandangan
yang buruk.
Daftar Pustaka
Amir
Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2007).
Mohd.
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004).
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Beirut:
Dar al-Fikr, t.th).
Abdul
Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008).
[1] Amir Syarifuddin, Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007),cetakan II, halaman
35.
[3] Mohd. Idris Ramulyo, Hukum
Perkawinan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), cetakan V, halaman 4.
[5] Ibnu Rusyd, Bidayatul
Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), jilid II,
halaman 2.
No comments:
Post a Comment